24 Juni 2010

Kisah Tragis Ahli Ibadah yang Mati Su'ul Khatimah


Janganlah kita terlampau puas dengan amal shalih yang sudah kita lakukan dan bersandar padanya. Apalagi diikuti dengan merasa bangga diri dan merasa sudah pasti menjadi ahli surga. Akibatnya, tidak lagi berharap kepada rahmat Allah dan kemurahan-Nya. 

Sesungguhnya perbuatan hamba ditentukan pada akhir hayatnya. Dan kita tidak tahu di atas kondisi apa mengakhiri kehidupan kita, apakah  husnul khatimah (akhir hayat yang baik) atau su'ul khatimah (akhir hayat yang buruk).
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya segala  perbuatan ditentukan bagian akhirnya.” (HR. Bukhari). 

Artinya, barangsiapa yang telah ditetapkan oleh Allah beriman di akhir hayatnya, meskipun sebelumnya dia kufur dan selalu melakukan maksiat, menjelang kematiannya ia akan beriman. Ia meninggal dalam keadaan beriman dan dimasukkan ke dalam surga. Demikan juga dengan orang yang sudah ditentukan kafir atau fasik di akhir hayatnya, meskipun sebelumnya ia beriman, maka menjelang kematiannya ia akan melakukan kekufuran. Ia meninggal dalam keadaan kufur dan akan dimasukkan ke dalam neraka.

Dari Abdullah bin Mas'ud, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
فَإِنَّ الرَّجُلَ مِنْكُمْ لَيَعْمَلُ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجَنَّةِ إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ كِتَابُهُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ وَيَعْمَلُ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّارِ إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ
"Sesungguhnya ada salah seorang dari kalian beramal dengan amalan ahli surga sehingga jarak antara dirinya dengan surga hanya hanya tinggal satu hasta, tapi (catatan) takdir mendahuluinya lalu dia beramal dengan amalan ahli neraka, lantas ia memasukinya. Dan sesungguhnya ada salah seorang dari kalian beramal dengan amalan ahli neraka sehingga jarak antara dirinya dengan neraka hanya tinggal satu hasta, tapi (catatan) takdir mendahuluinya, lalu ia beramal dengan amalan ahli surga, lantas ia memasukinya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat Sahl bin Sa'ad al Sa'idi, "Sesunggunya ada seorang dari kalian benar-benar melakukan amalan ahli surga, dalam apa yang nampak kepada manusia. . . ." (HR. Bukhari dan Muslim)

Karenanya, kita harus senantiasa berdoa supaya Allah senantiasa memberikan keteguhan hati di atas kebenaran dan kebaikan serta memberikan kepada kita husnul khatimah. Sebaliknya kita juga berlindung kepada Allah dari su'ul khatimah dan kesudahan yang buruk.
Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam senantiasa berdoa,
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ
Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hati di atas agama-Mu.
Dalam riwayat muslim beliau shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “sesungguhnya hati semua manusia berada di antara dua jari Allah, seolah-olah hanya satu hati. Allah berbuat sekehendak-Nya.” Lalu beliau berdoa,
اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ
Wahai Dzat yang memalingkan hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan kepada-Mu.
Sebab Su'ul Khatimah
Ibnu Hajar al Haitami berkata, “Sesungguhnya akhir hayat yang buruk diakibatkan bibit keburukan yang terpendam dalam jiwa manusia, yang tidak diketahui orang lain. Kadang-kadang seseorang melakukan perbuatan-perbuatan ahli neraka, namun di dalam jiwanya terpendam bibit kebaikan. Maka, menjelang ajalnya bibit kebaikan itu tumbuh dan mengalahkan kejahatannya. Sehingga ia mati dalam keadaan husnul khatimah." 

Abdul Aziz bin Dawud berkata, “Aku hadir pada seseorang yang sedang ditalqin (dibimbing untuk mengucapkan kalimat syahadat), akan tetapi ia tidak mau. Lalu aku bertanya tentang orang ini. Ternyata ia seorang peminum khamer."
Pada kesempatan yang lain ia berkata, “Berhati-hatilah dengan dosa, karena dosa bisa menjerumuskan seseorang ke dalam su'ul khatimah."
Berhati-hatilah dengan dosa, karena dosa bisa menjerumuskan seseorang ke dalam su'ul khatimah.
Abdul Aziz bin Dawud
Kisah Tragis seorang ahli Ibadah yang mati Su'ul Khatimah
Manshur bin Ammar mengisahkan, dulu kala aku punya seorang teman yang suka melampaui batas, lalu bertaubat. Aku melihat dia banyak beribadah dan shalat tahajjud. Suatu ketika aku putus komunikasi dengannya. Dan menurut kabar dari orang-orang, ia sedang sakit. Maka aku pergi ke rumahnya dan anak perempuannya datang menemuiku. Dia bertanya, “Siapa yang engkau ingin temui?” Aku menjawab, “Si fulan.” Maka ia mengizinkanku masuk dan akupun bergegas ke dalam rumah.Aku melihatnya sedang tebaring di atas ranjang yang terletak di tengah rumah. Mukanya terlihat kehitaman, kedua matanya tertutup dan kedua bibirnya bengkak dan menebal.

Aku berkata padanya dengan perasaan takut melihatnya, “Wahai saudaraku, perbanyaklah mengucap Laa Ilaaha Illallaah.” Ia membuka kedua matanya dan menatapku dengan penuh kemarahan, lalu ia tak sadarkan diri. Kembali kuulangi perkataanku kedua kalinya, wahai saudaraku perbanyaklah mengucap Laa Ilaaaha Illallaah.” Pada saat aku mengulanginya untuk ke tiga kalinya, lalu ia membuka matanya dan berkata, “Wahai Manshur, saudaraku, kalimat ini telah menjauh dariku.”

Aku bergumam, "Tiada daya dan tiada upaya melainkan dengan izin Allah, Dzat Mahatinggi dan Mahamulia."
Kemudian aku bertanya padanya, “wahai  saudaraku, di manakah shalat, puasa, tahajud dan shalat malammu?”
Ia menjawab, “Aku melakukan semua itu bukan untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala dan taubatku hanyalah taubat  palsu. Sebenarnya aku melakukan semua itu supaya aku dikenal dan disebut-sebut orang, aku melakukannya dengan maksud pamer kepada orang lain. Bila aku menyepi seorang diri, aku masuk ke dalam rumah dan memasang tirai-tirai, lalu aku minum khamer dan menantang Tuhan dengan kemaksiatan-kemaksiatan. Aku terus melakukan itu sampai beberapa masa. Kemudian aku ditimpa penyakit hingga hampir binasa. Saat itu juga aku suruh anak perempuanku, ‘ambilkanlah aku mushaf!’ dan aku berdoa, ‘Ya Allah, demi kebenaran Al-Qur’an yang agung, sembuhkanlah aku!’ Dan aku berjanji tidak akan kembali melakukan dosa untuk selamanya. Maka Allah membebaskanku dari penyakit. 

Setelah sembuh, aku kembali kepada keadaan semula, hidup berpoya-poya dan berhura-hura. Syetan telah membuatku lupa dengan perjanjian yang telah kuikrarkan kepada Tuhanku. Aku terlena dalam keadaan itu sampai beberapa saat lamanya hingga aku menderita sakit hampir mati karenanya. Lalu aku perintahkan keluargaku membawaku ke tengah-tengah rumah seperti biasanya. Kemudian aku suruh mereka mengambilkan mushaf dan aku mulai membacanya. Lalu aku acungkan mushaf itu seraya berdoa, ‘Ya Allah, demi kehormaan kalam-Mu yang ada dalam mushaf ini, bebasknalah aku dari penyakitku!.’ Maka Allah mengabulkan permintaanku dan menyembuhkan penyakitku. 

Kemudian aku kembali hidup bersenang-senang dan akupun jatuh sakit lagi. Lalu aku perintahkan keluargaku membawaku ke tengah-tengah rumah seperti yang engkau lihat sekarang ini. Kemudian aku menyuruh mereka mengambilkan mushaf untuk kubaca, tetapi mataku sudah tidak bisa melihat saru huruf-pun. Aku pun menyadari bahwa Allah sudah murka kepadaku. Lalu aku acungkan mushaf itu di atas kepalaku sembari memohon, ‘Ya Allah, demi kehormatan mushaf ini, bebaskalah aku dari penyakit ini, wahai penguasa bumi dan langit!’ Tiba-tiba aku mendengar seperti suara memanggil, ‘engkau bertaubat tatkala engkau sakit, dan engkau kembali kepada perbuatan dosa tatkala engkau sembuh. Betapa banyak Dia menyelamatkanmu dari kesusahan, dan betapa bayak Dia menyingkap bala’ cobaan tatkala engkau diuji. Tidaklah engkau takut dengan kematian? Dan engkau telah binasa di dalam kesalahan-kesalahan’.”
‘Engkau bertaubat tatkala engkau sakit, dan engkau kembali kepada perbuatan dosa tatkala engkau sembuh. Betapa banyak Dia menyelamatkanmu dari kesusahan, dan betapa bayak Dia menyingkap bala’ cobaan tatkala engkau diuji. Tidaklah engkau takut dengan kematian? Dan engkau telah binasa di dalam kesalahan-kesalahan’.
Manshur bin ‘Ammar berkata, “sungguh demi Allah aku keluar dari rumahnya dengan air mata tertumpah merenungkan ‘ibrah yang baru kulihat, dan belum sampai di pintu rumahku, sampailah kabar bahwa dia sudah meninggal.” [PurWD/voa-islam.com]

(Sumber: Mi’ah Qishash wa Qishah fi Anis ash-Shalihin wa Samir al Muttaqin, Muhammad Amin al Jundi, (edisi Indonesia: 101 kisah teladan,  Mitra Pustaka Yogyakarta, Cet XI November 2006).

20 Juni 2010

●●::: Mengapa Kita Harus Shalat??? :::●●


Mengapa Kita Harus Shalat? Sebuah Renungan dalam Mengenal Arti Sebuah Hidup

Oleh: Ustadz Cecep Sholehudin, Lc.

Pertanyaan tersebut akan menjadi sebuah pertanyaan yang klise dan tak bermakna bagi mereka yang meyakini bahwa akal adalah satu-satunya instrumen untuk menemukan kebenaran dan kebathilan, bagi mereka yang meyakini bahwa agama itu adalah sama dan walaupun terjadi perbedaan hanyalah sekedar perbedaan ekspresi dan cara semata, dan bagi mereka yang terbiasa memperjual-belikan hukum-hukum Allah dengan uang dan peluang. Bagi mereka semua sholat adalah sebuah ritualitas ibadah yang hanya membuang-buang waktu dan membodohi diri.

DR Hasan Hanafi, salah satu pelopor Islam Kiri, menjadi nara sumber dalam sebuah seminar besar yang dihadiri oleh banyak masyarakat. Saat waktu sholat dhuhur tiba, dia masih semangat berceramah di depan orang-orang banyak sampai tiba waktu shalat Ashar. Seorang hadirin bertanya kepadanya: “Maaf, Bapak Doktor, kenapa anda tidak sholat? Dia menjawab: “Kalau saya sholat maka anda dan kawan anda yang rugi. Tapi kalau saya tidak sholat maka Allah pun tidak akan merasa rugi karena Dia Maha Kaya”. Akhirnya penanya tersebut terdiam. Begitulah dia membodohi dirinya dan orang-orang di sekitarnya.

Tapi bagi mereka yang meyakini bahwa hidup adalah sebuah perintah dan perjanjian, maka shalat bukan sekedar ritualitas tapi menjadi sebuah kebutuhan dan kewajiban yang harus dijalaninya dalam kondisi apapun sebagaimana disebutkankan dalam Al-Quran bahwa tujuan hidup kita adalah semata-mata untuk beribadah pada-Nya: “.. dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku.” (QS Adz- Dzaariyat: 56) Imam Ali menegaskan bahwa maksud dari ayat tersebut adalah: “bahwa Aku akan memerintahkan mereka untuk menyembah Ku dan memanggilnya untuk beribadah kepada Ku”.

Sholat adalah ibadah yang harus dilakukan oleh seluruh anggota tubuh, baik anggota material maupun non material, baik yang dilakukan oleh pikiran dan hati seperti niat, ketulusan, khusyu’, tunduk, perasaan senantiasa diawasi dan lainnya; baik yang dilakukan oleh lisan seperti membaca syahadat, tasbih, tahmid, takbir, alfatihah dan lainnya; dan baik yang dilakukan oleh anggota tubuh lainnya seperti berdiri, ruku, sujud, duduk dan lainnya. Artinya bahwa sholat menuntut semua anggota tubuh kita baik yang sifatnya material ataupun non material terlibat dalam irama sholat. Dan apabila salah satu dari anggota badan tubuh tersebut tidak terlibat maka sholatnyapun menjadi cacat. Hal itu yang diungkapakan rasulallah dengan istilah almuflis fissholat (orang yang bangkrut dalam sholat), yaitu orang yang pikirannnya melayang-layang ketika sholat sehingga ada fase-fase yang seharusnya konsentrasi penuh malah menjadi terbagi-bagi. Dalam kondisi seperti ini wajar bila target dari sholat tidak tercapai.

Untuk mengukur sejauh mana sholat itu bisa memenuhi standar dan kriteria, maka hal tersebut bisa dilihat dari indikasi-indikasinya, hal itu diungkapkan dalam Al Quran: “dan lakukanlah sholat, sesungguhnya sholat itu bias mencegah kekejian dan kemungkaran” (QS Al-ankabut: 45). Dalam ayat lain disebutkan: “sesungguhnya manusia itu diciptakan dengan watak selalu berkeluh kesah, apabila dia ditimpa bencana maka dia ada dalam ketakutan dan apabila ia mendapatkan kebaikan maka dia lupa diri kecuali orang-orang yang suka sholat, yaitu orang-orang yang selalu menjaga sholatnya” (QS Al-Maarij: 19-23). Dan dari Abdullah bin Amru bin Ash ra: suatu ketika Rasulallah saw menyebutkan kemudian beliau bersabda kepadanya: “barang siapa yang selalu melaksanakan sholat, maka dia akan mendapatkan cahaya, burhan (bukti yang kuat) dan keselamatan dan barang siapa yang tidak melaksanakan sholat maka dia tidak akan mendapatkan cahaya, burhan dan keselamatan dan dia akan hidup pada hari kiamat bersama Qorun, Firaun dan Ubay bin Kaab.”

Sesungguhnya Allah tidak semata-mata memerintahkan sholat kecuali untuk kebaikan umatnya bahkan sholat itu sendiri menjadi pelipur lara dan penghubung diri dengan sang penciptanya. Hal itu diungkapkan dalam Al Quran: {wahai orang-orang yang beriman, mintalah bantuan - untuk memudahkan urusanmu dengan kesabaran dan sholat} QS Al Baqoroh: 153, kemudian dipertegas lagi dalam ayat 45-46: {dan mintalah tolong dengan kesabaran dan sholat, karena sesungguhnya keduanya sangat besar bagi mereka yang khusyu dalam melaksanakan sholatnya, bagi mereka yang yakin akan bertemu Allah dan bagi mereka –yang yakin– bahwa mereka akan kembali kepada- Nya}. Dan hal itu dipertegas oleh rasulallah saw: “sesungguhnya aku mendapatkan ketenanganku dalam sholatku”. Hal-hal ini kemudian memberikan ilham bagi para sufi untuk menyimpulkan: “barang siapa yang ingin berbicara dengan Allah maka bacalah Al Quran dan barang siapa yang ingin diajak berbicara dengan Allah maka laksanakanlah sholat.

Di samping itu, sholat pun mengajarkan kepada kita hal-hal esensial bagi sebuah kehidupan yang dinamis, antara lain:

- Kedisiplinan. Hal itu bisa dilihat dari waktu-waktu yang telah ditentukan dan larangan untuk keluar dari waktu yang sudah ditentukan tersebut: {sesungguhnya sholat itu bagi orang-orang beriman adalah kewajiban yang telah ditentukan} An Nisa: 103.

- Teratur. Hal itu nampak pada aturan sholat yang harus dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Semua tata cara itu harus berurutan dan dilakukan secara teratur dan tidak boleh dilakukan dengan acak. Pola yang mengajarkan kita untuk hidup teratur, terarah dan ter-manage.

- Kebersihan. Hal itu nampak dalam syarat-syaratnya, di mana untuk mendapatkan sholat syah harus dimulai dengan membersihkan diri seperti dengan wudhu/mandi membersihkan pakaian, membersihkan tempat sholat dan lainnya. Pola hidup yang bersih menjamin hidup sehat dan dinamis.

- Olah badan. Hal itu nampak dalam gerakan-gerakan sholat yang menyentuh semua organ tubuh, dari mulai kepala sampai kaki sehingga menurut sebuah penelitian barang siapa yang menjalankan sholat dengan baik dan teratur maka dia tidak akan kena penyakit apa pun karena sholat sudah mengatur pergerakan tubuh agar berjalan normal.

- Penghormatan. Hal itu nampak pada fase-fase penghormatan dari mulai posisi berdiri sampai posisi yang terendah dimana kondisi berada sebagai hamba yang tak berdaya dengan menundukkan kepala ke tanah.

19 Juni 2010

*** Sabar Dan Tawakal ***

BANYAK yang berpenampilan indah tetapi terhina, sebab dia tidak punya kesabaran. Banyak orang yang akhirnya merugi, padahal dia memiliki modal. Apa sebabnya? Dia tidak mempunyai kesabaran. Banyak orang yang tergelincir ketika dilanda asmara dan tidak sabar, akibatnya ia merasakan sakit. Alangkah indahnya orang-orang yang diberi kesabaran.

Innallaha ma’ash shaabiriin. Sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar. (Q.S. Al-Baqarah [2]:153).

Sabar itu pahalanya insya Allah tiada terputus. Maka, sungguh aneh jika kita ingin dekat dengan Allah, ingin indah, ingin berpahala, ingin bahagia tetapi tidak sabar. Sabar itu kunci. Kalau kita bersabar, kita akan memiliki pribadi yang indah. Kalau selalu sabar, kita akan menjadi orang yang dekat dengan Allah dan insya Allah ganjaran kita tiada terputus.

Setidaknya ada tiga hal yang memerlukan kesabaran kita dalam hidup ini. Yang pertama, sabar ketika berkeinginan. Setiap hari kita selalu dituntun oleh keinginan. Kalau kita tidak sabar, keinginan inilah yang akan menjerumuskan kita. Jadi, sabar yang pertama adalah meluruskan niat ketika kita punya keinginan.

Kita dikarunia Allah keinginan. Keinginan itulah yang menuntun sikap; kalau tidak sabar, kita kehilangan niat. Padahal niat adalah kunci agar amal diterima. Ada orang yang lelah pontang-panting, tetapi tidak ada nilainya. Mengapa? Dia tidak sabar meluruskan niat. Maka, sebelum beramal, wajib bagi kita untuk meluruskan niat. Tanpa niat, amal menjadi sia-sia.

Terkadang, seseorang tidak sibuk meluruskan niat. Akan tetapi ia sibuk dengan perbuatannya. Misalnya, ia ingin membeli pakaian. Kita harus bertanya dulu pada diri sendiri, “Perlukah saya membeli pakaian lagi, padahal di lemari masih banyak pakaian?”, “Untuk Apa?”, “Tapi kan ini warnanya kurang cocok. Kurang cocok kata siapa?”

Untuk apa memberatkan hisab, kalau pakaian indah, tetapi kelakuan tidak indah? Tidak ada gunanya. Ketika akan membeli, tanyakan lagi pada diri kita, “Benarkah kita membeli sesuatu itu karena Allah atau karena ingin dipuji?”

Ingin menikah? kita harus sabar untuk mengevaluasi dulu. Kumpulkan informasi dan studi kelayakan. Sudah layakkah kita menikah? Jangan tergesa-gesa, renungkan dalam-dalam, kumpulkan informasi selengkap mungkin. Bertanyalah kepada yang ahli, sebab kalau kita sudah punya keinginan, itu biasanya nafsu. Hati-hati, nafsu akan membutakan kita dari kebenaran. Kita harus sabar untuk bertanya, “Benarkah niat saya ini? Betulkah tujuan saya? Mintalah petunjuk kepada Allah dengan shalat istikharah.

Lalu, hal kedua yang harus kita miliki adalah sabar berproses. Kita biasanya tidak sanggup untuk berproses. Kita harus menikmati proses, bukan hasil. Dari proses itu, insya Allah akan berbuah pahala.

Kesabaran yang ketiga adalah sabar ketika telah mendapat hasilnya. Hasil itu ada dua jenis, yaitu gagal dan sukses. Keduanya butuh kesabaran. Sudah niat ingin kerja, ikhtiar melamar ke sana-sini, kita harus sabar jika kita belum diterima. Setiap langkah kita insya Allah ada pahalanya. Mungkin memang belum ada rezekinya di sana, kita tidak usah sibuk mengeluh.

Lalu rezekinya di mana? Mungkin memang rezeki kita bukan jadi seorang pekerja tetapi menjadi seorang pengusaha yang menjadi direktur utama, merangkap direktur inti dan karyawan tunggal.

Ikhwan sudah melamar lalu ditolak. Apakah dia gagal? Tidak! Justru keberhasilannya adalah ditolak. Ini berarti dia mempunyai pengalaman ditolak. Misalnya, dia sudah pernah ditolak tiga kali. Dengan begitu, dia sudah berpengalaman menghadapi tiga jenis calon mertua. Harus sabar menghadapinya karena mungkin belum menjadi jodohnya. Niatnya untuk melamar, sudah menjadi amal. Perjalanannya, usahanya untuk bicara baik-baik dengan calon mertua sudah menjadi amal. Bila kemudian hasilnya ditolak, — jika kita sabar — maka menjadi nilai amal juga.

Kegagalan itu adalah ketika kita tidak sabar menghadapi sesuatu hal yang tidak sesuai dengan keinginan kita. Kita punya rencana, Allah juga punya. Yang akan terjadi adalah rencana Allah, kenapa Allah menakdirkan sesuatu lalu kita anggap gagal? padahal itu yang terbaik.

Tidak heran seseorang dibimbing Allah dengan sakit, penolakan, hinaan, semua itu bisa menjadi sebuah jalan bagi dia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Oleh karena itu, kita harus sabar menghadapi sesuatu yang tidak cocok dengan keinginan kita.

Tawakal

Ada sebuah cerita tentang seorang Baduwi yang meninggalkan untanya saat beristirahat di suatu tempat, tanpa mengikatkan talinya pada sebuah tiang. Singkat cerita, saat ia kembali untuk melanjutkan perjalanan, ternyata untanya tidak berada di tempat semula. Kontan saja ia panik setengah mati. Orang-orang sekitar mengerumuninya karena suara yang memekik memanggil unta yang kabur. “Untaku… untaku…! Ke mana untaku…?”

Sambil mencari ke sana-sini, ia meyakinkan dirinya bahwa terakhir kali ia melihat untanya di halaman bersama unta-unta lainnya. Ia yakin bahwa ia telah mempercayakan untanya pada Allah. Ia yakin untanya tak akan kabur karena Allah yang akan menjaganya. Oleh karena itu, ia tidak berusaha untuk mengikatkan talinya pada tiang yang telah tersedia sebab ia merasa telah menyerahkan segalanya pada Allah SWT. Atau lebih dikenal dengan istilah tawakal.

Apakah sikap tawakal orang Baduwi seperti itu benar? Keyakinan kuat tanpa diiringi ikhtiar adalah kurang sempurna. Demikian pula ikhtiar maksimal tanpa keyakinan hati kepada Allah adalah sia-sia. Tawakal yang benar adalah didasari oleh keyakinan kepada Allah bahwa Allah-lah yang mengatur segalanya dan disempurnakan dengan ikhtiar maksimal. Allah yang mengatur rezeki. Maka manusia harus berusaha untuk mendapatkannya dengan cara yang benar. Semua nikmat yang telah Allah berikan harus disyukuri dan hanya kepada-Nya orang-orang beriman bertawakal (Q.S. Al-Maaidah [5 ]: 11).

Adanya kemampuan untuk ikhtiar, merupakan nikmat besar yang telah Allah berikan. Sesungguhnya, Allah telah menetapkan ketentuan untuk segalanya. Allah tidak akan menguji seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya. Salah satu tanda kemuliaan seseorang adalah, adanya keikhlasan dalam melakukan sesuatu, dan disempurnakan dengan ikhtiar. Selanjutnya, ia menyerahkan segala usaha dan urusannya kepada Allah. Itulah tawakal yang sebenarnya.

Bertawakal kepada Allah dengan sepenuh hati tidak dilarang. Bertawakallah selalu kepada-Nya dengan syarat ia ikhlas dan melakukan ikhtiar. Bukan sikap tawakal seperti kisah Baduwi tadi. Tawakal tetapi tidak berusaha dan hanya ongkang-ongkang kaki mengharapkan hasil yang memuaskan, bukanlah sikap mukmin sejati. Tawakal seperti itu identik dengan pasrah tanpa melakukan apa-apa! Wallahu a’lam bishawaab.***

18 Juni 2010

SUDAHKAH RIZKI KITA BERKAH??


Pernah tidak mengalami ketakutan akan kekurangan atau tidak memiliki rejeki, saya sering mengalaminya, saya sering merasa memiliki penghasilan tapi cuma numpang lewat, sehabis memperoleh uang saya pos-poskan uang pada keperluan masing masing dan disaat saat tertentu terkadang tidak memiliki cukup uang

Terkadang sering juga kembang-kempis. tapi ada sesuatu yang luar biasa yang saya rasakan walaupun kondisi kantong kembang kempis tapi alhamdulillah saya bisa melewati setiap bulan dengan selamat.

Ada seorang sahabat yang ternyata pendapatanya lebih besar dari saya ternyata tidak pernah bisa menabung, dan malah memiliki banyak hutang, loh kenapa...?

Dari sebuah obrolan yang panjang sahabat saya bercerita bahwa dia mendapat uang dari Gaji+"ngobjek". kenapa "ngobjek" saya kasih tanda kutip, karena usahanya

Adalah mencari lebih dengan cara yang tidak halal, misal dia mencari lembur, padahal tidak ada kerjaan, dia diam-diam mengambil barang bekas perusahaan utuk dijual kembali. Beliau ikut belanja, ketika perusahaa meminta untuk belanja untuk keperluan kantor.

Sahabat saya bercerita bahwa ketika dia mendapat pendapatan yang lebih dari cukup dari hasil ngobyeknya, setiap bulan banyak saja pengeluaran yang harus dikeluarkan, misal ketika kendaraanya/barangya rusak,atau dia/keluarga terkena penyakit, atau adanya pembelian suatu barang yang sebenernya tidak dia butuhkan (laper mata). dari diskusi singkat tersebut akhirnya kami menyadari bahwa kita tidak bisa berhitung bahwa rizki yang banyak akan membuat kita bisa mencukupi semua kebutuhan hidup kita. yang diperlukan adalah sebuah riski yang berkah.

Dengan rizki yang berkah ini Insya Allah kita terjaga dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT, serta di berikan kelapangan manfaat dari sesuatu yang kita miliki. Rizki yang berkah tidak harus berjumlah besar, tapi riski yang berkah memberi manfaat sangat banyak, saya memiliki satu contoh lagi tentang riski yang berkah.

Ada seorang sahabat berprofesi sebagai guru swasta, dengan penghasilan Rp 1.200.000, walau masih diatas UMR, gaji diatas terbilang sangat minimi apa lagi sahabat saya memiliki 2 orang anak untuk dinafkahi, tetapi alhamdulillah sahabat saya itu selalu bersukur dengan apa yang dimilikinya, tidak lupa mengeluarkan zakat 2,5% tiap bulanya, dan sungguh luar biasa sahabat saya ini tidak kekurangan, dan memiliki motor, dan bisa mengambil Kredit rumah. luar biasa.

Dibanding sahabat yang saya ceritakan pertama atau diatas jujur memiliki gaji Rp.2.000.000 dan belum menikah, tapi apa yang terjadi jangankan untuk mengambil kredit rumah untuk kehidupanya 1 bulan pun terkadang sahabat yang saya sebutkan diatas harus mencari hutangan sebelum tanggal gajian.

Kalau di ibaratkan sebuah laporan rugi/laba rizky yang berkah adalah pendapata bersih yang diterima setelah biaya-biaya tidak terduga dan pajak atau kata lainya rizky yang berkah adalah rizky bersih (net) sedangkan rizky yang tidak berkah itu adalah pendapatan kotor sebelum biaya yang dikeluarkan dan pajak, jadi rizky yang tidak berkah adalah rizky kotor. Lalu maksudnya apa Rizky yang berkah itu oleh Allah SWT kita diberikan dengan tidak adanya pemotongan biaya, semua biaya ditanggung Allah, maksudnya seperti contoh sahabat guru saya Alhamdulillah motor yang dimilikinya tidak pernah rusak/awet walau motor yang dimilikinya hanya sebuah motor usang, sedang motor sahabat satu lagi juga memiliki motor dengan keluaran mutakhir tetapi anehnya motornya sering keluar masuk bengkel.

Dari satu kasus kerusakan motor saja apa yang saya bilang biaya rizky berkah itu ditanggung Allah maka jika pengeluran untuk perbaikan sebut saja Rp.300.000, maka pengahasilan sahabat saya yang mendapat Rp.2.000.000 akan berkurang menjadi Rp.1.700.000, karena adanya biaya perbaikan motor. belum lagi kesehatan sahabat saya yang guru itu yang selalu prima, dan saya akui sahabat saya yang satu sering terkena penyakit maag,atau tidak enak badan. dan hal itu juga sebuah pengurangan lagi, sehingga akhirnya sahabat saya mendapat rezeky yang minus, beda dengan sahabat saya yang guru tersebut.

Dapat dilihat bahwa Rizky berkah itu adalah rizky bersih yang memang hak dari kita, sedang rizky tidak berkah adalah rizky yang kotor yang akan dikurangi oleh biaya-biaya yang tidak terduga. maka mulailah kita mencari rezeki yang berkah. lalu apa yang harus dilakukan untuk mendapat rizky yang berkah.
  1. Carilah rezeki dengan cara yang benar ada pepatah "uang setan akan di makan jin" (meski pepatah itu tidak benar) mulailah mencari rezeki dengan cara yang benar
  2. Selalu bersyukur dengan apa yang diberikan oleh Allah, walaupun itu hanya terlihat sedikit. karena sedikit itu adalah rezeky bersih yang kita terima
  3. Keluarkan Sesuatu yang bukan hak kita (zakat penghasilan 2,5%)
  4. Belanjakan Rezeki kita dijalan yang benar
  5. Belajar untuk berkata "Cukup"


Percuma memiliki harta yang banyak tetapi tidak berkah, banyak contoh telah dipertontonkan, kurang apa para pejabat yang korupsi, tetapi dari harta yang tidak berkah akan ada biaya yang besar yang harus ditanggungnya, mulai dari keutuhab keluarga, kesehatan keluarga, biaya-biaya yang tidak terduga, yang akan membuatnya menjadi sia-sia belaka. jangan tergiur dengan cara mudah mendapat rezeki, karena hanya akan mendatangkan bencana, tidak kah sebuah bencana ketika seorang yang korupsi tertangkap polisi, tersiar di media cetak. atau bencana yang akan datang silih berganti, Lihatlah bagaimana kebakaran telah menghanguskan harta benda, kebanjiran menghancurkan kepemilikan, gempa menenggelamkan yang ada.

“Sesungguhnya Allah Yang Maha Luas Karunia-nya lagi Maha Tinggi, akan menguji setiap hamba-Nya dengan rizki yang telah Ia berikan kepadanya. Barangsiapa yang ridha dengan pembagian Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka Allah akan memberkahi dan melapangkan rizki tersebut untuknya. Dan barangsiapa yang tidak ridha (tidak puas), niscaya rizkinya tidak akan diberkahi” [HR Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani]

"Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah"
(2.172)

"Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan."
(2.245)

"Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik)"
(13.22)

Maka mari kita cari keberkahan rizky dari Allah SWT, bukan banyaknya Rizki dengan cara yang haram.

07 Juni 2010

●●10 HAL YANG MENDATANGKAN CINTA ALLAH●●

Semoga kita senantiasa mendapatkan kecintaan Allah, itulah yang seharusnya dicari setiap hamba dalam setiap detak jantung dan setiap nafasnya.

Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi wa man tabi’ahum bi ihsaanin ilaa yaumid diin.

Saudaraku, sungguh setiap orang pasti ingin mendapatkan kecintaan Allah. Lalu bagaimanakah cara cara untuk mendapatkan kecintaan tersebut. Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan beberapa hal untuk mendapatkan maksud tadi dalam kitab beliau Madarijus Salikin.

Pertama, membaca Al Qur’an dengan merenungi dan memahami maknanya. Hal ini bisa dilakukan sebagaimana seseorang memahami sebuah buku yaitu dia menghafal dan harus mendapat penjelasan terhadap isi buku tersebut. Ini semua dilakukan untuk memahami apa yang dimaksudkan oleh si penulis buku. [Maka begitu pula yang dapat dilakukan terhadap Al Qur’an, pen]

Kedua, mendekatkan diri kepada Allah dengan mengerjakan ibadah yang sunnah, setelah mengerjakan ibadah yang wajib. Dengan inilah seseorang akan mencapai tingkat yang lebih mulia yaitu menjadi orang yang mendapatkan kecintaan Allah dan bukan hanya sekedar menjadi seorang pecinta.

Ketiga, terus-menerus mengingat Allah dalam setiap keadaan, baik dengan hati dan lisan atau dengan amalan dan keadaan dirinya. Ingatlah, kecintaan pada Allah akan diperoleh sekadar dengan keadaan dzikir kepada-Nya.

Keempat, lebih mendahulukan kecintaan pada Allah daripada kecintaan pada dirinya sendiri ketika dia dikuasai hawa nafsunya. Begitu pula dia selalu ingin meningkatkan kecintaan kepada-Nya, walaupun harus menempuh berbagai kesulitan.

Kelima, merenungi, memperhatikan dan mengenal kebesaran nama dan sifat Allah. Begitu pula hatinya selalu berusaha memikirkan nama dan sifat Allah tersebut berulang kali. Barangsiapa mengenal Allah dengan benar melalui nama, sifat dan perbuatan-Nya, maka dia pasti mencintai Allah. Oleh karena itu, mu’athilah, fir’auniyah, jahmiyah (yang kesemuanya keliru dalam memahami nama dan sifat Allah), jalan mereka dalam mengenal Allah telah terputus (karena mereka menolak nama dan sifat Allah tersebut).

Keenam, memperhatikan kebaikan, nikmat dan karunia Allah yang telah Dia berikan kepada kita, baik nikmat lahir maupun batin. Inilah faktor yang mendorong untuk mencintai-Nya.

Ketujuh, -inilah yang begitu istimewa- yaitu menghadirkan hati secara keseluruhan tatkala melakukan ketaatan kepada Allah dengan merenungkan makna yang terkandung di dalamnya.

Kedelapan, menyendiri dengan Allah di saat Allah turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir untuk beribadah dan bermunajat kepada-Nya serta membaca kalam-Nya (Al Qur’an). Kemudian mengakhirinya dengan istighfar dan taubat kepada-Nya.

Kesembilan, duduk bersama orang-orang yang mencintai Allah dan bersama para shidiqin. Kemudian memetik perkataan mereka yang seperti buah yang begitu nikmat. Kemudian dia pun tidaklah mengeluarkan kata-kata kecuali apabila jelas maslahatnya dan diketahui bahwa dengan perkataan tersebut akan menambah kemanfaatan baginya dan juga bagi orang lain.

Kesepuluh, menjauhi segala sebab yang dapat mengahalangi antara dirinya dan Allah Ta’ala.

Semoga kita senantiasa mendapatkan kecintaan Allah, itulah yang seharusnya dicari setiap hamba dalam setiap detak jantung dan setiap nafasnya. Ibnul Qayyim mengatakan bahwa kunci untuk mendapatkan itu semua adalah dengan mempersiapkan jiwa (hati) dan membuka mata hati.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallalahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Sumber: Madaarijus Saalikin, 3/ 16-17, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, terbitan Darul Hadits Al Qohiroh

Diposting kembali oleh : Rudy Indrasakti
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...